Rabu, 14 Oktober 2009

ANTO JADUL, TUKANG PARKIR YANG JADI HOST DI TV



Anto Jadul. Begitulah para pemirsa setia program Riwajatmoedoeloe TvOne mengenalnya. Berkostum khas baju ala Bung Karno dengan seragam serba putih berhiaskan lencana garuda dan pin merah putih, kacamata minus berbingkai asli jadul, kamera Rolleiflex buatan Jerman keluaran tahun ‘50an, topi model ambtenaar ala
Meneer Belanda jaman dulu dan sepeda onthel kuno, yang selalu setia menemaninya menjelajah kota-kota seantero Nusantara, menelusuri sejarah bangsa dengan konsep yang ringan, menarik, santun dan mendidik. Pria kelahiran Jakarta, 11 Maret 1973 ini menghadirkan suasana berbeda dalam pembelajaran sejarah yang sering menjadi tema paling membosankan dan dihindari bagi sebagian besar pemirsa kita yang lebih mengutamakan sosok “sempurna” di dunia hiburan tanah air.



Dalam Riwajatmoedoeloe, wisata penelusuran sejarah yang menjadi tema utama program ini disajikan dengan kemasan yang out of the box, dimana Mas Anto-begitu ia biasa dipanggil dalam kesehariannya-menyuguhkan fakta sejarah yang didapat dari hasil penelusuran langsung dan diskusi yang segar dengan narasumber yang kompeten di bidangnya dan pelaku sejarah langung di tempat kejadian sejarah di daerah yang sisinggahinya. Wawancara yang mengalir dan tanpa bermaksud menggurui, juga dengan karakternya yang sudah menyatu dengan program ini menjadikan dirinya dan Riwajatmoedoeloe menjadi satu trademark yang sulit dipisahkan. Pernah dalam satu sesi comment posting di akun Facebook Riwajatmoedoeloe, salah satu fans setia tayangan ini mengungkapkan bahwa Anto Jadul dan Riwajatmedoeloe adalah satu kesatuan. “Anto Jadul adalah RD (Riwajatmoedoeloe), dan RD adalah Anto Jadul,”. Begitulah bunyi komentar seorang penggemar setia yang menanggapi rencana tayangan ini untuk melakukan refreshing program beberapa waktu lalu. Bagi mereka, Mas Anto sudah menjadi icon tetap program ini karena karakter kejadulannya memang murni sudah menjadi bagian hidupnya-bahkan sekeluarganya-jauh sebelum wajah yang jadul dan pembawaan lugu miliknya tampil di layar kaca.
Mas Anto memang telah menekuni dunia per-jadul-an jauh sebelum namanya dikenal orang sebagai Anto Jadul yang saat ini kita kenal di televisi. Sebelum menapaki karir sebagai host saat ini, Mas Anto terlebih dahulu dikenal di kalangan fotografer negeri ini sebagai model pemotretan dengan tema klasik alias…jadul. Dengan konsep yang ia tawarkan, wajahnya sudah familiar di kalangan penggemar fotografi tanah air. Mereka menyukai konsep yang ditawarkan Mas Anto karena bertema klasik dengan kostum, property, model pendamping serta lokasi yang jadul semua. Dahulu pernah seorang fotografer diwawancarai di salah satu stasiun TV nasional tentang Mas Anto. Beliau berkata, “Walaupun Mas Anto hanyalah seorang tukang parkir, tetapi dia memiliki konsep tersendiri yang unik, sehingga foto tersebut menjadi sebuah foto yang bercerita dan bisa memberi nuansa baru di dunia fotografi. Fotografer pun tidak perlu mengarahkan gaya atau pose buat Mas Anto karena pose tersebut sudah terkonsep bagi Mas Anto sendiri..”. Itulah sebabnya mengapa para fotografer yang ingin memotret Mas Anto tidak perlu lagi pengarahan seperti model-model lainnya.
Selain sebagai model jadul, Mas Anto juga ternyata hobiis kelas berat terhadap barang-barang antik. Kecintaannya pada barang-barang ini dimulai ketika ia masih hidup sehabitat dengan para pemulung selama masih aktif sebagai tukang parkir di Glodok, yang menjadi awal perkenalannya dengan dunia model saat difoto oleh mantan editor majalah Playboy Indonesia beserta mahasisiwi ITB yang hendak turun dari busway sekitar tahun 2006 saat ia tengah melintas dengan onthel kesayangannya di sekitar daerah Glodok sepulang dari Perkumpulan Sepeda Onthel yang diikutinya.
Mas Anto-yang masih tetap menyebut dirinya “cuma tukang parkir biasa yang kebetulan masuk TV…”- mulai jatuh cinta pada barang antik ketika ia merasa terenyuh menyaksikan para pemulung yang memperlakukan barang-barang kuno yang berupa kertas seperti lembaran saham-saham tahun 1911 sampai orde lama, majalah-majalah kuno, kuitansi, polis asuransi The Fee tahun 1889, perangko-perangko jaman Belanda hingga Orde Lama, testament peninggalan Belanda,buku-buku dan aneka barang yang rata-rata peninggalan jaman dulu, dibiarkan begitu saja menumpuk lantas hendak dihancurkan dan akan dikilo. Lantas ia, dengan uang yang disisihkannya dari hasil pekerjaannya sebagai tukang parkir, mulai menitip pesan pada kawan-kawan pemulungnya agar jika lain kali menemukan barang-barang peninggalan jaman dulu-yang mereka temukan dari hasil bongkaran rumah-rumah tua-sebaiknya ialah yang pertama kali mereka hubungi.
“Sebetulnya kecintaan saya terhadap barang antik itu dimulai juga dari kepepet, mbak…” tambahnya sambil tertawa kecil. Profesi sebagai tukang parkir dengan tiga anak dan istri yang sakit-sakitan karena penyakit kanker membuatnya harus hidup prihatin di Jakarta demi keluarga. Tempat tinggal awalnya adalah sebuah gubuk kecil di tanah kosong di dalam kompleks eks Kedutaan Besar China di daerah Gajahmada, Jakarta Barat. Di situlah Mas Anto dan kedua orangtuanya membuat gubuk sederhana bersama rekan-rekan pemulung namun justru gubuk itu hanya untuk berteduh bagi orangtua dan kardus hasil pulungannya, sedangkan Mas Anto sendiri tidur di emperan gubuknya.Udara Jakarta di musim kemarau yang amat panas di siang hari mau tidak mau memaksanya harus mencari kipas angin yang harganya sesuai dengan anggaran belanjanya sebagai tukang parkir. Setelah berkomunikasi kembali dengan rekan-rekan pemulung, akhirnya didapatkannyalah sebuah kipas angin kuno merek Siemens Schuckert buatan Jerman tahun 1925-an yang hingga kini masih bisa berfungsi dengan baik dan menghiasi rumah MeWah (alias Mepet saWah, menurutnya…) nya di Krakal, Kebumen, yang menjadi tempatnya berkumpul bersama keluarga.
Mas Anto adalah tipe pekerja keras yang sangat memahami arti mensyukuri hidup. Bahkan di tengah popularitas yang kini sedang digapainya, ia masih tetap menjalani hidupnya sama seperti sebelum dikenal orang sebagai Anto Jadul saat ini. Jika orang lain yang hidupnya dulu sederhana namun ketika mereka mencapai kesuksesan-terutama sebagai selebriti atau orang yang disorot kamera di layar kaca-akan melupakan 'kulit aslinya' , berbeda halnya dengan Mas Anto. Dengan penghasilan yang kini jauh berlipat ganda dari profesi sebelumnya sebagai tukang parkir, tentulah wajar jika Mas Anto mampu membeli hal-hal yang sewajarnya dimiliki oleh seorang public figure pada umumnya.
Tetapi, Mas Anto tetaplah Mas Anto yang mensyukuri masa lalunya dulu saat pertama kali bekerja selepas lulus SMA dan ber-“karir” sebagai tukang galian di Semarang. “Saya kalau ingat masa-masa itu, mbak…betapa bersyukurnya saya sekarang ini, karena dibandingkan waktu itu, sekarang saya sudah punya ‘apartemen’ tetap, tempat saya berlindung dari hujan dan panas…” ujarnya lirih sambil menahan senyum. Maklum, yang dimaksud “apartemen” tadi olehnya bukanlah seperti apartemen yang anda bayangkan: “apartemen”nya adalah sebuah kamar kontrakan berukuran 3x3 meter yang disewanya seharga Rp. 200 ribu per bulan di kawasan kumuh Bandengan, Jakarta Barat dengan ”interior” triplek yang ditempeli koran-koran bekas sebagai dinding penyekat ala film ‘Laskar Pelangi’ antar ruangan pengontrak lainnya. Lantai “apartemen”nya bukanlah terbuat dari marmer atau keramik yang tersusun rapi, tetapi hanya sebatas susunan kayu-kayu tidak rata dan menggelembung sana-sini dengan berlapis karpet plastik dan handuk yang juga ber-dwifungsi sebagai alas tidurnya. “Sudah banyak orang lho yang melongo pas saya ajak ke kontrakan…, semua pada kaget ketika tahu saya masih mau tinggal di tempat seperti ini. Mereka heran, mengapa saya masih tetap bisa bertahan di tempat yang tidak selayaknya bagi saya sekarang ini,” tambahnya lagi.
“Saya pernah mencoba pakai kasur pompa yang saya kredit sama orang, baru tiga hari pakai langsung saya kempeskan sendiri, soalnya saya nggak tahan, mbak, tidur beralaskan kasur membuat saya keenakan sehingga susah bangun di tengah malam untuk menunaikan sholat Tahajud yang sering saya lakukan,”. Bukan hanya soal tempat tinggal saja Mas Anto tetap berprinsip hidup sederhana. Bahkan perkara “kendaraan dinas” pun, Mas Anto tetap menggelengkan kepala apabila ada yang menanyakan kepadanya mengapa ia tidak membeli kendaraan seperti motor saja. Toh, bukankah sekarang ia mampu membeli itu dari hasil keringatnya saat ini?
“Pernah juga ada yang menawari saya untuk membeli sepeda motor pas saya sedang keliling kampung naik onthel. Dia tanya saya, ‘Mas, kenapa enggak beli motor aja sekalian..?’. Tanpa banyak pikir langsung saya jawab, ‘Sorrry…’. Enggak tau deh apa dia tersinggung apa enggak, pokoknya saya nggak mau ,mbak, berpaling ke lain hati. Sekali onthel ya tetap onthel. Lha wong saya juga enggak bisa naik motor…hehe… Saya naik transportasi apa aja enggak begitu pusing kayak naik motor. Mungkin ini karena saya bertahun-tahun jadi tukang parkir sering menyaksikan kecelakaan motor di depan mata, sehingga yah,…trauma lah mungkin. Jangankan nyetir motor, dibonceng kelamaan aja rasanya saya sudah pusing-pusing, gemetaran….” jelasnya lagi.
Maka tidak heran bila perkara barang antik dan “kendaraan dinas”nya selama bekerja sejak dulu ini mejadi harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi seperti prinsip hidupnya yang sederhana, tidak hanya bagi orang lain yang mencoba menawarinya barang-barang modern seperti diatas, tetapi juga berlaku bagi keluarganya sendiri…!
“Pernah istri saya ditanya oleh teman-teman saya, apakah dia cemburu kalau saya sedang pemotretan sama model yang cantik-cantik, trus ada juga tetangga-tetangga yang iseng pernah melihat foto saya lagi pose mesra sama model, mereka tanya sama dia, ‘Mbak Irene apa enggak cemburu liat Mas Anto berpose kayak gitu sama model yang cantik?’…mau tahu jawabannya apa? Katanya, kalau urusan perempuan saya sih enggak cemburu mas, malah saya seneng kan berarti Mas Anto itu ngganteng… tapi sama barang antik, hmmm,..itu baru saya cemburu,mas! Karena bagi saya barang antik itu seperti ‘istri pertama’ saya, jadi kalau pas di kontrakan atau kalau lagi pulang kampung, anak istri saya enggak ada yang berani ngganggu kalau saya lagi merawat barang-barang koleksi saya,”
Itulah sekilas awal kisah hidup Herwanto alias Anto Jadul sebelum dan sesudah menjadi seperti sekarang ini. Mantan tukang gali dan tukang parkir yang kini menghiasi layar kaca dengan logat Kebumen yang kental, narasi (dubbing) yang unik dan tidak kita temukan sebelumnya di tayangan lainnya-yang menjadi membuat tayangan tersebut selalu ditunggu penggemar setianya karena keberanian TvOne untk membuat sesuatu yang “beda” pada pertelevisian Indonesia….

10 komentar:

  1. buat kang ANTO JADUL...aku ucapkan banyak terimakasih atas inspirasinya...aku mewakili segenap keluarga besar member ACK(aku cinta kebumen) juga mengucapkan banyak-banyak terimakasih atas partisipasinya diacara kopdar ACK di FATAHILAH...maju terus kang..

    BalasHapus
  2. salut kepada mas anto jadul bin jadul BIN ANTOJADUL.....
    saya garis bawahi yang saya dapat dari biografi mas adalah saya belajar bahwa hidup itu perlu di sykuri dan segala pekerjaan harus dengan gairah/ hobi,saya terenyuh prihatin tidak bisa berbuat ap2 terhadap barang2 antik2 saya waktu kecil, mgkin ad ksamaan hobi ngumpulin barang antik jika dibandingkan dengan mas saya baru mulai dari 2005 saya lagi ngumpulin uang RI dan Radio walupun belum dapat semuanya. KEEP SMILING MAS !!! FIGHT!!!

    BalasHapus
  3. WEW luwuk coment.....
    Salam buat mas anto jadul...
    Nama sampean cocok sama orangnya
    He he he......

    BalasHapus
  4. thax motivasinya,smoga sukss sll...

    BalasHapus
  5. karaktermu unik, antik.... Biar Jadul bawa hoki..
    sukses bwt mu mas..

    BalasHapus
  6. teruslah berkarya dan berkreasi.

    BalasHapus
  7. Rai jadul rejeki mumbul,,, huahaha,matur sewun mas anto,, saget kangge motifator ca enom,, salam wong gombong

    BalasHapus
  8. Sungguh kisah nyata yg miris ,harus di acungkan dua jempol karena kegigihan dan ketulusan mas anto jadul yg jujur sekaligus sosok inspirasi mental yang baik . banyak orang kaya mengalami kebangkrutan dahulu baru mengucap syukur , sakit dahulu baru bersyukur . maju terus mas anto berjuang merangkul fotografer seluruh indonesia itu lah inspirasi saya

    BalasHapus