Jumat, 16 Oktober 2009

RIWAJAT MASA KETJIL ANTO JADUL



Anto Jadul terlahir dengan nama asli Herwanto dari ayahnya yang asli Kebumen, berprofesi sebagai tukang parkir di Jakarta-yang akhirnya pekerjaan ini menurun juga pada Mas Anto-dan ibunya yang berasal dari Leuwiliang, Bogor. Pasangan ini bertemu di tanah perantauan mereka di Jakarta, dan dari pernikahan mereka terlahirlah 7 anak dimana Mas Anto adalah anak yang pertama.
Terlahir di Jakarta namun semenjak umur 6 tahun ia diboyong kembali orangtuanya ke kampung halaman sang ayah di Kebumen. Mas Anto melewati masa kecil hingga remajanya dengan mengharukan. Lulus dari SDN 2 Alian, Kebumen, Mas Anto melanjutkan ke SMPN 1 Alian di kota yang sama. Namun begitu ditanya lulusnya tahun berapa, spontan Mas Anto menjawab setengah bercanda tetapi serius, “Waduh…jangankan ditanya saya lulus SD tahun berapa, mbak, lha wong saya nikah tahun berapa saja , saya lupa, anak saya yang paling gede umur berapa, lupa juga… Habis buat saya tanggal-tanggal seperti itu enggak terlalu penting sih, tanggal ulang tahun sendiri aja saya enggak peduliin, karena buat saya hari-hari itu cuma sekedar hari biasa aja yang enggak perlu dirayakan secara khusus, yang penting gimana saya mengisi setiap hari yang saya miliki dengan penuh rasa bersyukur dan manfaat bagi orang lain,…” .



Mas Anto mulai belajar menghadapi kerasnya hidup ketika ia masuk SMA. Kalau waktu SMP ia masih tidak terlalu jauh ke sekolah yang hanya berjarak sekitar 3 atau 4 km dari rumahnya dengan berjalan kaki berpanas-panasan melewati pematang sawah, sementara temannya yang lain bersepeda melewati jalan raya. Kisah yang tidak kalah memprihatinkan terjadi juga saat ia masuk SMA. Diterima di sekolah yang seleksinya cukup ketat, SMA Negeri 1 Karanganyar, Kebumen, yang jaraknya sekitar 25 km sekali perjalanan yang ditempuh dengan (tentu saja…!) sepeda onthel tercinta, membuatnya terpaksa harus mencari kos-kosan dengan fasilitas minim yang sesuai dengan keterbatasan orangtuanya.
“Waktu itu orangtua udah enggak mampu membiayai SPP sama biaya kos saya yang lumayan, jadi akhirnya Pakde (kakak bapak) lah yang turun tangan membantu saya. Namun biarpun begitu saya tetap saja sekolah dengan uang jajan pas-pasan buat sehari-hari, jadi walaupun masih sekolah saya udah nyambi kerja lho… Kerjaan saya waktu itu jadi buruh pengupas biji-bijian untuk dijadikan bibit tanaman oleh seorang karyawan Perhutani, selain itu saya juga jadi korektor alias tukang mengoreksi hasil ulangan teman-teman yang lain. Saya bisa jadi tukang koreksi itu karena kebetulan saya ngekost serumah dengan Pak Guru saya yang masih bujangan, jadinya sayalah yang diperbantukan jadi asistennya…”
Mengenai kehidupannya selama ngekost di SMA, Mas Anto bercerita lagi, “Saya itu waktu ngekost, mbak, udah merasakan namanya hidup prihatin itu kayak gimana… Tiap hari saya tidur hanya beralaskan kardus, tiapkali pulang hari Minggu sore trus mau balik lagi ke kosan saya cuma bawa bekal oyek, tiwul (makanan pengganti nasi yang terbuat dari singkong) daripada beras. Lauknya hanya pakai kangkung seikat buat stok dua hari . Jadi kehidupan saya yang sekarang ini cuma naik satu level aja kok, dulunya tidur pake alas kardus, eh sekarang pake alas karpet plastik…hehehe… nggak jauh-jauh amat kan sama saya yang dulu…?”.
Karena itulah tidak mengherankan mengapa Mas Anto tetap mempertahankan ‘gaya hidup ala pemulung’ yang telah dianutnya sejak kecil itu. Apalagi semenjak ia menjadi vegetarian murni beberapa tahun silam (bahkan terlalu murni sebab makan nasi pun dia sudah tidak bisa…) Mas Anto semakin konsisten dengan prinsip yang dianutnya sebab…
”Saya menganggap semua berkah yang saat ini saya terima adalah sebuah cobaan, Mbak. Semakin saya dikenal, dipuji orang, semakin saya dititipi rezeki lebih oleh Allah, semakin saya merendahkan diri, sebab tentunya roda kehidupan ini terus berputar, adakalanya seperti sekarang saya alhamdulillah masih dikasih rezeki, lha…nanti kalau misalnya Allah mengembalikan saya menjadi tukang parkir lagi ya saya harus bisa ikhlas, kan? Makanya saya enggak mau jadi ‘aji mumpung’ kayak orang-orang lain, mentang-mentang lagi dikasih lebih langsung, yah…, kayak kacang lupa kulit aja,gitu…. Bagaimanapun orang menyebut saya sekarang ini, mau dibilang artis lah, seleb, lah,…tapi saya tetap Anto Jadul yang tukang parkir. Saya enggak akan berubah, kalau perkara kehidupan saya yang tetap sama seperti sebelum saya masuk TV dan ketemu banyak orang kayak sekarang. Saya masih tetap lebih bangga menyebut tukang parkir sebagai profesi saya sekarang, kalo enggak percaya, coba deh liat akun Facebook punya Anto Jadul…” jelasnya merendah.
‘”Bagi saya, harta adalah titipan Allah, dimana saya sekarang dikasih rezeki lebih sama Allah, disitu terbuka kesempatan bagi saya untuk bisa berbagi, sesuai cita-cita hidup saya yang simple yaitu saya ingin bisa bermanfaat bagi orang lain, yah syukur-syukur bisa membantu orang lain…,” ujarnya menutup percakapan hari itu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar