Jumat, 26 Maret 2010

NIATKU YG TULUS UNTUK BERTAWASUL DIGANJAR BERKAH OLEH ALLAH SWT...

Sekedar berbagi kisah2ku mengenal Allah SWT di halaman ini...
Kalau Allah sudah berkehendak, apapun bisa terjadi... Saya org bodoh yg gak bisa baca alquran tapi karena keinginan&keikhlasanku untuk bertawasul(mendoakan orang lain) termasuk mendoakan orang2 yg memmbenci saya. Saya membaca surat Yasin hanya huruf latinnya saja, tapi entah kenapa di malam harinya saya seperti bermimpi ada yg mengajari saya mengaji, besoknya kok saya sudah hafal sendiri ke-83 ayat Yasin ya..? siapakah yg malam itu mengajari saya mengaji, ya...?

Kamis, 14 Januari 2010

ANTARA ANTO JADUL, CINCIN KANJENG RATU KIDUL, DAN VEGETARIAN…?




Pernah suatu ketika pada sebuah artikel di blog seorang sahabatnya, Erwin Rizaldi, tertulis sebuah pernyataan yang cukup mengundang tanya. Dalam sebuah halaman tertulis penggalan kalimat yang menyatakan, “…dan cincin yang membuatnya menjadi seorang vegetarian,...”. Penasaran dengan kaitan antara sebuah cincin dengan gaya hidup vegetarian yang dianutnya, membutuhkan waktu yang agak lama dari sekedar bertanya ringan, membujuk, hingga akhirnya setengah merayu Mas Anto untuk menjelaskan hubungan antara keduanya, dan akhirnya Mas Anto dengan malu-malu kemudian meluangkan waktu untuk bercerita…
“Ehmm…eh…sebenarnya saya ini mau cerita soal ini agak malu, soalnya kalau saya pikir sih enggak ada hubungan yang langsung banget antara cincin yang ditanyakan orang-orang sama saya dengan jalan hidup saya menjadi seorang vegetarian semenjak 4 tahun lalu dan juga sudah bisa makan nasi selama dua tahun belakangan. Saya ceritain dulu ya Mbak perkara asal-usul cincin yang disebut-sebut mas Erwin Rizaldi itu….
Begini awalnya,…beberapa tahun yang lalu seorang teman saya di kampung -yang seorang sopir truk pengangkut pasir-tengah mengemudikan truknya di tengah malam di pinggir sungai menemukan seberkas cahaya berkilau dalam kegelapan ketika ia sedang mengangkut muatan. Begitu didekati sumber cahaya tersebut ternyata berasal dari sebuah cincin yang berkilau dalam kegelapan di sungai… dengan sedikit ketakutan, oleh kawan saya, cincin itu lantas dipungut dan dijadikan miliknya sendiri. Namun, baru beberapa hari cincin itu dipakainya, teman saya itu sudah setengah mati ketakutan karena menurutnya semenjak ia memakai cincin itu, ia merasakan seolah-olah ada seseorang atau ‘sesuatu’ yang mendatanginya dalam mimpi setiap malam… Karena kejadian itu terjadi terus-menerus pada hari-hari selanjutnya, ia pun memutuskan untuk menghibahkan cincin tersebut kepada kawannya yang lain.
Tetapi kawannya yang lain itu ternyata juga mengalami hal yang serupa, sehingga juga membuatnya memberikan cincin itu kepada orang lain… Ternyata orang lain yang baru dilimpahkan cincin itu juga sama nasibnya dengan yang sebelumnya…, semuanya ketakutan karena merasa bertemu dengan sosok-sosok ghaib dalam mimpi-mimpi mereka. Orang yang paling lama mendapat limpahan cincin ini hanya mampu bertahan selama seminggu karena saking ketakutannya. Kejadian ini terus berulang hingga banyak orang mendapat giliran didatangi sosok misterius dalam mimpi itu…
Hingga suatu malam datanglah kawan sopir tersebut ke rumah saya ketika saya sedang pulang dari Jakarta, masih aktif markir… Kawan tersebut mengantarkan cincin itu kepada saya untuk dihibahkan, namun karena merasa tidak enak mendapat perhiasan seperti itu-yang bagi tukang parkir seperti saya sangatlah mewah berhubung saya aja sering makan cuma pakai kecap doang, uang kebanyakan habis buat mengobati penyakit kanker istri saya, jangankan kebeli yang lain- saya menawarkan magic jar kreditan yang saya miliki padanya sebagai harga pengganti yang bisa saya berikan. Namun kawan saya itu menolak dengan alasan ia hanya ingin benar-benar menghibahkannya saja. Akhirnya setelah saya bujuk, ia pun meminta sebuah jam dinding butut sebagai kenang-kenangan tanpa saya harus membayar sepeser pun…
Saya perhatikan, betapa indahnya cincin itu… Bertahtakan 9 macam batu mulia dan total 35 butir batu permata ditambah keunikan rancangannya membuat saya penasaran untuk menanyakan kepada seorang teman yang pemilik toko emas. Begitu diperhatikannya dengan seksama, ternyata cincin itu terbuat dari emas muda dengan prosentase bahan campuran yang dipastikan berasal dari jaman kuno. Pembuatannya dipastikan masih asli buatan tangan alias handmade dengan desain yang unik.. Pemilik toko kemudian menanyakan kepada saya apakah saya mau menjualnya, tetapi saya tolak dengan halus karena menurut saya cincin itu bernilai seni yang tinggi. Hal ini terjadi sampai empat kali kepada toko berbeda yang saya datangi sekedar untuk mencari pendapat lain, eh, tapi ujung-ujungnya pada mau nawar cincin saya, dan saya tolak semua.
Cincin itu akhirnya saya pakai sendiri, dan ternyata apa yang diomongkan teman-teman saya itu tentang cincin ini kok malah enggak terjadi ya sama saya…? Dari hari pertama saya memakai cincin itu seterusnya kok saya enggak ngerasa didatangi ‘apa atau siapa-siapa’ dalam tidur saya. Biasa aja…tidur saya malah tambah pulas,kok…hehehe. Kalau ada kejadian yang sedikit aneh sih ya pernah waktu saya lagi di kamar mandi pake cincin itu pagi-pagi, terus kebetulan cincin yang saya pakai di jari saya itu tertimpa cahaya matahari, eh…dia langsung memantulkan cahaya beraneka warna ke dinding kamar mandi saya. Bagus banget, warna-warninya bergantian bersinar kayak lampu dugem,lho,…tapi setelah itu enggak ada apa-apa, sampai tiga bulan lewat.
Setelah waktu itu (tiga bulan), saya kok ngerasa seperti bertemu seorang putri yang cantik berpakaian serba hijau dalam mimpi saya. Tetapi perempuan itu sepertinya hanya memperhatikan saya dari kejauhan, tidak mengganggu saya sama sekali… Mungkinkah sosok ini yang sering datang dalam mimpi teman-teman saya yang memakai cincin ini sebelumnya..? Tapi aneh, ya, dia kok malah sama sekali enggak macem-macem sama saya, cuma begitu aja, hanya menatap saya dari jauh aja.
Sudah begitu, semenjak saya memakai cincin itu, saya mulai sering didatangi orang-orang misterius yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Sepertinya cincin itu membawa daya tarik bagi mereka untuk terus memperhatikan saya, tetapi saya sih enggak pernah merasa aneh dengan ketertarikan mereka pada saya setelah memakai cincin itu. Pada awalnya mereka hanya menatap saya dari kejauhan ketika saya sedang melintas pada hari pertama, hari kedua mereka agak mendekat, dan pada hari selanjutnya mereka berani mengajak saya berbicara.
Sampai suatu ketika ada seseorang yang secara terang-terangan berkata pada saya begini..
‘’Mas,..tau enggak cincin yang mas pake itu dari mana?’, tanya orang itu suatu hari sama saya.
‘Enggak,..dikasih dari temen,’ jawab saya singkat.
‘Mas, itu cincin kepunyaan Kanjeng Ratu Kidul, lho! Barangsiapa yang kuat memegang cincin ini dia akan menjadi orang yang terkenal,’jawabnya dengan muka serius kepada saya sambil kemudian bercerita panjang lebar tentang asal-usul cincin tersebut. Tau enggak apa reaksi saya dalam hati?
”Preeeettttt…!!!! Masak sih tukang parkir kayak saya bisa terkenal... bisa aja sih terkenal, kalo bikin kasus kayak membakar motor-motor yang dititipin sama saya...hehehe...”. Pokoknya saya enggak anggap cerita orang itu sama sekali deh, intinya. Dan yang bilang seperti itu sama saya bukan cuma satu-dua orang saja tapi udah puluhan orang,lho. Yah, walaupun kalau saya ingat-ingat bisa saja emang bener demikian seperti yang sering terjadi dalam mimpi saya. Tetapi saya sama sekali enggak menganggap bahwa cincin itu adalah benda bertuah lah, karomah lah, atau apapun yang menjadikannya sesuatu yang layak untuk diistimewakan. Mana mungkin lah saya yang seorang tukang parkir bisa terkenal gara-gara sebuah cincin...? Saya justru lebih percaya kepada Allah SWT lewat haditsNya, ‘Barangsiapa yang mau menjalankan kewajiban (sholat, berzakat 2,5% dari hartanya,dll) dan mau menjalankan sunnah (tahajud, dhuha,dll), maka Allah akan memberikan rezeki yang tak terduga,’. Saya hanya menganggap cincin itu sebuah perhiasan biasa bernilai seni tinggi dan termasuk rezeki tak derduga saja, lha wong tiba-tiba kok hari gini ada orang yang mendadak mau aja mengantar emas ke orang lain, gratis pula.. .
Naah, justru dari situlah saya yang semula enggak percaya sama yang begitu-begituan (dunia ghaib), malah jadi semakin percaya sama apa yang tertulis di Al-Quran dan Allah SWT bahwa Dia menciptakan dua dunia, yaitu dunia nyata dan dunia ghaib… Tetapi wujud kepercayaan saya bukan lantas jadi percaya sama tahayul, mistik, atau misalnya kayak paranormal lah gitu buat macem-macem, malah dengan kejadian itu, justru saya menjadi dekat padaNya. Dari yang dulu enggak pernah sholat sama sekali-maklum, jadi tukang parkir kan capek banget, kadang pulang kerja baru jam 12 malem, kecapekan, terus ketiduran, jadi males sholat…-sekarang mulai sholat lagi sehari sekali pada pertamanya, besoknya dua kali sehari, besoknya lagi tiga kali,…dan seterusnya sampai saya juga akhirnya rajin mengaji, wiridan, yasinan…yah pokoknya alhamdulillah, saya jadi rajin ibadah lagi deh pokoknya.
Lantas ketika suatu hari saya sedang sholat, saya merasa mendapat suatu ‘pencerahan’, dan semenjak hari itulah saya mulai menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya. Selain mulai rajin beribadah, semenjak hari itu saya menjadi lebih mensyukuri nikmatnya hidup, dapat lebih menguasai hawa nafsu saya sehingga saya tidak bisa mengeluarkan emosi dalam bentuk kemarahan, mau berzakat (waktu itu saya hidup dari markir aja, enggak punya apa-apa, belum seperti sekarang ini), walaupun sedikit apapun penghasilan saya setiap hari, selalu saja ada bagian yang saya sisihkan untuk zakat karena bukankah zakat itu suatu kewajiban seorang Muslim juga tanpa memandang isi dompet, kan…?
Mengenai keterkaitan dengan ke-vegetarian-an saya, sebetulnya seperti yang sudah saya jelaskan di atas…tidaklah ada hubungan langsung antara cincin itu dan pola makan saya yang berubah drastis semenjak saya mulai mengenakan cincin tersebut. Yang mungkin paling bisa dijelaskan adalah, semenjak saya mulai mengenal Allah SWT dengan lebih baik setelah kejadian di malam saya mendapat anugerah itu, ketika saya mulai menjadi seorang manusia yang pandai bersyukur, memandang hidup dengan kepositifan, rajin berzakat, dan perubahan-perubahan baik lainnya yang saya rasakan, saya mulai belajar juga untuk menikmati hidup dalam keterbatasan dengan rasa bahagia.
Lama kelamaan seiring dengan semakin meningkatnya keimanan saya terhadapNya, saya mulai merasakan perubahan juga dalam pola makan saya. Yang sebelumnya biasa enak menyantap lauk-pauk yang berasal dari tubuh makhluk bernyawa seperti daging sapi, ayam, ikan, dan sebagainya, sekarang tiba-tiba saya langsung ingin muntah. Jangankan berupa daging secara langsung, pernah juga saya makan gorengan yang minyak gorangnya sebelumnya bekas untuk menggoreng ikan, eh langsung saya muntahkan begitu saja…pokoknya saya enggak bisa makan samasekali yang seperti itu deh semenjak empat tahun lalu. Ke-vegetarian-an saya ini bukanlah kemauan saya pribadi, namun semenjak saya mulai rajin beribadah itu, semenjak itulah saya mulai mendapat karunia ini...
Terus, selain vegetarian, dua tahun yang lalu saya juga sudah tidak bisa menyantap nasi. Kisahnya hampir sama dengan awal mulanya saya menjadi seorang vegetarian, ketika saya tengah nikmatnya menunaikan shalat Tahajjud di tengah malam, saya mendapat ‘anugerah’ yang tidak dapat saya ceritakan di sini, dan dua hari kemudian saya sudah tidak bisa makan nasi. Pokoknya setiap ada butir nasi yang tertelan ke mulut saya juga saya selalu muntah. Tetapi walaupun saya ini udah enggak makan nasi sama daging-dagingan, justru tenaga saya tetap sama malah bahkan lebih kuat dari yang masih makan nasi. Walaupun dalam perjalanan jauh dengan hanya mengendarai sepeda, saya tetap merasa kuat seperti balik ke jaman SMA dulu lho...
Nah, itulah sepenggal penjelasan saya tentang jalan hidup saya sekarang. Bisa ditafsirkan sendiri lah apakah kehidupan saya ini berbau mistis apa enggak seperti yang sering ditanyakan orang sama saya, kayak soal cincin-cincin yang sekarang saya pakai-bukan cuma cincin yang tadi-terus kenapa saya sekarang tidak bisa makan nasi, dan..oh, ya, perkara keakraban saya sama benda-benda pusaka.
Soal yang terakhir ini saya ingin bercerita satu hal lagi,... Buat saya sih ini hal yang wajar aja dan sebenarnya lucu, eh…tapi orang-orang malah menganggapnya berbeda dengan apa yang saya rasakan.
Begini ceritanya, beberapa waktu lalu kalau Anda pernah nonton episode ‘Menelusuri Jejak Perjuangan Pangeran Diponegoro’ di Yogyakarta, kan di awal acara saya ceritanya lagi main ke salah satu galeri keris. Setelah menyapa pemirsa dan pemilik galeri sejenak, dengan seizinnya saya mengambil salah satu keris yang sedang dipamerkan. Setelah membuka keris tersebut dari sarungnya, sambil mengucap Basmallah, keris tersebut saya tegakkan sendiri dengan posisi terbalik. Keris itu benar-benar berdiri sendiri,lho...tanpa tipuan kamera! Orang-orang di sekitar saya pada saat kejadian itu berlangsung pada geleng-geleng kepala semua, takjub dibuatnya. Pada bertanya semua sama saya, apa rahasianya sampai saya bisa begitu. Malah sampai ada lho, orang yang mengaku paranormal, malah minta diajari begituan (menegakkan keris). Giliran saya yang geleng-geleng kepala keheranan sama mereka, lha wong perkara sepele kayak gitu aja dianggap berlebihan. Itu semua kan bisa dijelaskan secara ilmiah dengan prinsip keseimbangan benda, enggak perlu pake macem-macem… Heran saya, masak kejadian biasa seperti itu kok dibilang luar biasa bagi mereka. Padahal semua keris dan pedang-pedang kuno koleksi saya yang umurnya ratusan tahun juga pada bisa berdiri tegak seperti yang keris yang tadi, jadi buat saya hal itu enggak aneh sama sekali….
Memang sih, mungkin ada yang menilai kalau dari kehidupan saya agak berbau mistis seperti cerita-cerita yang tadi, tapi saya sama sekali tidak berminat untuk mencari tahu atau mempelajari yang seperti itu walaupun sepintas saja. Seperti halnya kisah yang diceritakan ibu saya berikut ini…
Setahun yang lalu, ketika sedang pulang kampung, saya dikejutkan olah teriakan histeris ibu saya yang tiba-tiba teringat kembali suatu kejadian yang terjadi puluhan tahun silam... Bahwa tiga puluh empat tahun yang lalu ketika ia melahirkan saya (tahun lalu umur saya 35), seluruh kampung digegerkan oleh kelahiran saya yang menggemparkan. Betapa tidak, saya lahir dengan tanda menyerupai bentuk trisula (tombak bercabang tiga) yang berwarna hitam di dahi dan bagian belakang pundak kanan saya. Seluruh kampung dibuat heran oleh karena kejadian ini, termasuk seluruh keluarga saya. Namun, tanda lahir itu perlahan-lahan menghilang ketika saya berumur empat puluh hari, dan hingga sekarang saya tidak tahu apakah arti tanda di dahi dan pundak kanan bagian belakang tersebut. Saya pun ketika mendengarnya tidaklah merasa bahwa itu suatu hal yang perlu saya cari maknanya. Saya yakin apapun arti tanda itu bagi saya., Allah pasti memiliki maksud baik yang diberikanNya kepada saya atas kejadian itu….”
Lantas, bagaimana dengan adanya kabar tentang barang-barang pusaka yang dimilikinya...?
”Saya adalah seorang pecinta sejarah sejati seperti program yang saya bawakan, yaitu Riwajatmoedoloe TvOne... tetapi terus terang untuk barang-barang pusaka, saya malas untuk merawatnya. Saya lebih suka merawat barang-barang antik yang bisa dipakai untuk properti syuting dan pemotretan, karena saya juga seorang model, seperti yang bisa Anda lihat di kalender Bank Permata. Puluhan pusaka yang diantar oleh orang-orang kepada saya telah saya titipkan semua, tetapi menurut mereka yang saya titipkan benda-benda itu, ada juga orang-orang lain yang datang untuk menawar pusaka-pusaka tersebut dengan harga tinggi.
Namun, sementara ini saya tidak menjualnya karena benda-benda pusaka tersebut adalah warisan sejarah leluhur yang bernilai seni tinggi yang rata-rata masih handmade dengan besi yang dipencet-pencet oleh jari dan masih menyisakan sidik jari dari sang pembuatnya. Diantara pusaka-pusaka tersebut kebanyakan bersarungkan perak yang melambangkan status sosial pemiliknya terdahulu yang adalah para bangsawan.
Alhamdulillah, dengan banyaknya kejadian ghaib yang saya alami tersebut tidak menjadikan saya seorang yang berubah akhlak, atau percaya kepada nilai mistis suatu benda tertentu hingga menjadi sesat, namun justru di situlah saya mengambil hikmah dibalik kebesaran Allah SWT yang telah menciptakan dunia ini dan seisinya baik nyata dan gaib. Semua itu adalah bukti kebesaran Allah SWT yang terjadi pada kehidupan saya...

Senin, 02 November 2009

ANTO JADUL DAN DUNIA FOTOGRAFI





Sabtu 31 Oktober 2009, sekitar pukul 12 siang. Sebuah pesan singkat terkirim ke ponsel penulis. Dari Mas Anto. Isinya mengabarkan bahwa beliau tengah dalam transit di Makassar dalam perjalanan pulang menuju Jakarta. Beberapa jam kemudian penulis mencoba mengirim pesan kembali kepada Mas Anto, sekedar untuk menanyakan apakah beliau sudah sampai di Jakarta. Dan ternyata Mas Anto malah langsung menghubungi penulis kembali.
“Selamat sore, Mbak…”
“Selamat sore juga Mas Anto…Bagaimana kabarnya sekarang, Mas…?”
“Alhamdulillah baik-baik saja, Mbak…”
“Waduh Mas…udah agak lama nih nggak bisa cerita-cerita lagi ya…,”
“Iya, Mbak, maklum sinyal di sana memang begitu. Namanya juga daerah terpencil…Oh ya, Mbak, saya nanti hari Sabtu mau ada pemotretan istimewa, lho..”
“Istimewa yang bagaimana Mas maksudnya..?”
“Istimewa banget…karena selain anak-anak dan istri saya akan berkunjung ke Jakarta, juga karena para fotografer yang akan memotret saya adalah para maestro di bidang fotografi infrared, alias pemotretan infrared. Mereka juga adalah orang-orang yang telah berjasa dalam membantu biaya pengobatan istri saya, yaitu pak Dibyo Gahari dan Yudhistira… Istri saya senang sekali nanti bisa kembali bertemu dengan orang-orang seperti mereka, selain itu saya juga mau mengajak anak saya yang bungsu, Anan, buat naik ‘undak-undakan sing mlaku dewek…’hehehe…”


Photographer: Erwin Rizaldi

“Wah…apa tuh artinya Mas..?”
“Eskalator di mall, Mbak. Maklum, Kebumen kan kota kecil, enggak ada mall di sana…ya jadi sekaligus buat refreshing keluarga, lah..hehehe…”
“Oh..begitu ya Mas…seru juga ya namanya kumpul bareng keluarga…eh, ya, apa Mas punya oleh-oleh cerita lagi nih..?”
“Hmmm…untuk kali ini saya mau cerita tentang awal mula saya jadi model klasik saja, bagaimana, Mbak..?”
“Ya enggak apa-apa, Mas…kan Mas yang punya cerita kan…hehehe..”




“Okelah…begini awal mula ceritanya saya bisa nyemplung ke dunia model yang tidak saya perkirakan sebelumnya… Waktu itu saya di Jakarta walaupun hanya berprofesi sebagai tukang parkir, tetapi saya ini juga ikut Perkumpulan Sepeda Onthel yang rata-rata anggota lainnya dari yach…Mbak tau sendiri,lah…para hobiis kelas atas begitu. Jauh, lah, bila dibandingkan dengan saya. Tapi biar begitu saya sih pede aja lagi…yang penting kan saya ikut klub itu niatnya ya menyalurkan hobi sama silaturahmi antar pecinta onthel aja. Club Onthel ini mengadakan kumpul bareng tiap seminggu sekali di Bunderan HI, dan setiap kali kumpul ya masing-masing tentulah sebagai komunitas jadul, kami ini mengenakan kostum jadul juga. Tapi ya,…saya kok melihat mereka (anggota yang lain) itu kok ndak kreatip amat sih kalau pake kostum. Ya paling-paling cuma pakai blangkon, batik, trus lurik (kain batik panjang untuk bawahan pria), selop,…gitu-gitu aja terus. Enggak ada variasi pokoknya…
Naah, disitulah ide kreatif saya muncul. Saya pikir, masak sih enggak ada model kostum lain yang mewakili jaman dulu selain yang itu-itu aja..??? Muncullah ide di kepala saya buat bikin kostum ala jaman Belanda, yang saya rancang sendiri. Sepulang dari kumpul bareng, saya pulang ke gubug saya, terus saya cari celana panjang putih di loakan, saya potong sampai selutut lebih sedikit, saya jahit sendiri, terus baju atasannya saya cari dari koleksi pribadi Mbah saya di kampung yang udah agak lama ndak dipakai, saya bawa baju Mbah saya itu dari kampung, saya tambahin kacamata minus berbingkai bulat dari loakan juga, sama topi Meneer yang saya beli dari teman anggota klub onthel, pakai kaus kaki tinggi sama sepatu putih. Dan enggak lupa kamera jadul koleksi kesayangan yang wajib saya tenteng sebagai aksesori tambahan. Pas minggu depannya kumpul lagi, orang-orang (anggota klub yang lain) pada ngenyĆ©k (mengejek) saya, yah…pokoknya menertawakan, lah. Tapi saya sih cuek aja, yang penting berani tampil beda dong…hehehe…kayak TvOne gitu lho…!

Photografer: Bambang Susanto

Hingga suatu ketika, begitu saya habis pulang dari kumpulan itu seorang diri naik onthel, saya dicegat dua orang yang baru turun dari busway…yang satu laki-laki, dan satu lagi perempuan. Mereka memperkenalkan diri sebagai Alfred Pasifico Ginting (mantan editor Playboy Indonesia, kini editor Koran Jakarta) dan mbak Fitra Agnes Christiani (ketika itu mahasiswi ITB). Kedua orang ini kemudian mampir ke gubuk saya, dan di situ saya memperlihatkan koleksi barang-barang antik yang saya miliki. Mereka kemudian memotret koleksi saham-saham saya ,dan saya pun memberi mereka kenang-kenangan berupa beberapa lembar saham kuno era Bung Karno. Di akhir kunjungan itu mereka menyampaikan keinginannya untuk memotret saya di Taman Fatahillah saat itu juga, dan saya pun ke sana bertiga.
Setelah pemotretan selesai, foto saya yang dijepret oleh mbak Fitra itu kemudian di-upload mas Alfred ke situs www.fotografer.net, mendapat banyak apresiasi dari anggota komunitas situs tersebut, dan foto tersebut juga dipamerkan di kampusnya dalam sebuah lomba foto. Tidak disangka-sangka foto tersebut memenangkan lomba dan kemudian dipamerkan di Plaza Indonesia…
Tetapi pada saat foto tersebut dipamerkan saya tidak dapat menyaksikannya karena di waktu yang sama para anggota komunitas fotografer.net datang khusus dalam satu rombongan bus untuk mengajak saya pemotretan di Candi Borobudur dan Yogya Istri saya sampai senang sekali kedatangan tamu segitu banyaknya, orang-orang dari Jakarta, orang-orang gedean semua, kok mau mampir ke rumah saya yang kecil, jelek…maklum namanya cuma rumah tukang parkir…

Photographer: Yudhistira Bali

Foto tersebut kemudian dipamerkan di Jepang untuk lelang foto amal bagi korban gempa Yogya. Tak disangka-sangka, foto tersebut laku dalam nominal yang cukup fantastis untuk disumbangkan… Begitu istri saya mendengar kabar tersebut, ia langsung menangis terharu, sambil terisak-isak ia mengatakan betapa bahagianya ia ketika saya yang hanya tukang parkir, berwajah pas-pasan, keadaan kami yang serba kekurangan-bahkan anak saya pun pernah hanya menyantap menu nasi dengan kecap untuk mengganjal perut karena penghasilan saya sebagai tukang parkir lebih banyak dihabiskan untuk pengobatan istriku dengan penyakit kankernya-ketika itu, tetapi justru di tengah kekurangan itulah malah saya bisa membantu orang lain yang sedang tertimpa bencana… Sungguh kebahagiaan bagi saya sekeluarga dengan keadaan kami yang seperti itu, saya bisa menjadi berkah bagi orang lain…
Dari situlah saya mulai menapaki karir sebagai model klasik alias jadul, karena profesi ini tidaklah sama seperti model lainnya. Saya ini menjadi model bukan karena tampang dan fisik, mbak,… Tampang saya pas-pasan, boro-boro ganteng, lha wong tukang parkir… Ehm, sebetulnya saya sih ngerasa ganteng, kok, tapi sayang cuma istri saya doang yang tau…hehehe… Saya menjadi model klasik terutama karena konsep yang saya tawarkan pada fotografer yang pengen motret saya. Saya tentunya enggak bisa sembarangan ketika menawarkan konsep tersebut pada mereka pas pemotretan, maklum , kan, mereka itu rata-rata hobiis fotografi kelas atas semua yang pengetahuannya tentang dunia kayak gini (fotografi) tentulah udah, yah…jangan ditanya lagi pokoknya. Jadi setiap kali mau pemotretan saya dengan sopan minta izin pada mereka tentang konsep-konsep saya…eh, malah mereka welcome banget sampai sekarang…


Dari situlah juga saya mulai berkenalan dengan para fotografer dan belajar banyak tentang ilmu fotografi kepada mereka. Jadi saya sebetulnya enggak cuma jadi model aja lho, tapi saya juga udah punya gallery koleksi pribadi yang bisa dilihat di www.jakartaphotoclub.com sama yang saya titipin sama Mbak di sini… Kalau teman-teman yang lain pakai kamera digitasl berharga puluhan sampai ratusan juta, buat orang jadul kayak saya yang enggak ngerti teknologi dan berkantong pas-pasan sich…pakai kamera pocket film dari loakan aja, hehehe…itu pun bisa jadi foto berkualitas tinggi asal kita cermat membidik momen yang pas…Jadi buat saya, keterbatasan bukanlah suatu penghalang, kok , malah dengan keterbatasan itu jadi memacu saya buat kreatif seperti ketika saya bikin kostum sendiri di klub onthel, eh…justru dari situlah, alhamdulillah, saya bisa berkah bagi keluarga dan orang lain…” ujarnya menutup cerita sambil menghela napas dan mengucapkan salam…

Jumat, 16 Oktober 2009

KEAGUNGAN TUHAN DALAM HIDUP ANTO JADUL

Malam berlalu begitu cepat... Tiada terasa waktu telah menunjukkan pukul 00.49 ketika terakhir Mas Anto berkirim kabar bahwa ia akan boarding menuju Ternate seperti yang telah diceritakan olehnya beberapa hari sebelumnya. Penulis masih menyunting beberapa konsep kisah-kisah Mas Anto yang dari seminggu sebelumnya telah dipersiapkan, tentunya hanya berupa sedikit edit-an dalam gaya bahasa tanpa sedikitpun mengurangi atau menambah esensi cerita yang meluncur dari Mas Anto sendiri, karena beliau sama sekali tidak berkenan jika kisah hidupnya ditulis tidak sesuai dengan kenyataan yang pernah ia alami…
Tanpa terasa karena mengantuk, penulis akhirnya tertidur setelah kurang lebih beberapa menit selesai mengerjakan editan hasil interpiu dengan Mas Anto hingga detik-detik terakhirnya sebelum boarding.
Bunyi tanda pesan singkat di ponsel yang cukup keras membangunkan penulis dengan terkaget-kaget. 1 pesan baru,…dari Mas Anto. Waktu menunjukkan pukul 03.15 dini hari….
“Pesawat saya rusak, balik lagi ke Jakarta jadinya. Doakan saya ya…”.
Isi pesan tersebut cukup mengejutkan penulis. Penulis pun membalas pesan singkat itu, “Lho, pesawatnya rusak bagaimana, Mas..?”
Beberapa saat setelah pesan tersebut terkirim, Mas Anto tanpa diduga langsung menelepon saya.
“Pesawat saya hampir kena kecelakaan, Mbak… Kaca depan di bagian kokpitnya retak,… Baru satu jam saya take off dari bandara, itu kaca depan sudah retak-retak… Selama satu jam itu rata-rata penumpang lainnya pada panik semua,… Alhamdulillah di tengah kepanikan itu pesawat bisa bertahan untuk berputar balik ke Jakarta dalam kondisi seperti itu. Mbak bayangkan, lah, jika keretakan itu terus membesar selama dalam perjalanan,… Bisa-bisa pesawat akan meledak karena tekanan udara yang masuk ke dalam pesawat…
Subhanallah…, Mbak, ternyata saya masih dilindungi oleh Allah,… semua itu berkat doa dari teman-teman dan juga shalat tahajud yang dilakukan istri saya sebelum berangkat… Subhanallah, kejadian ini hampir serupa dengan apa yang pernah saya alami beberapa tahun lalu, waktu saya masih jadi tukang parkir aja… Pengalaman yang paling berkesan dan takkan terlupakan, yang mulai mengubah hidup saya menjadi semakin meyakini kuasa Allah…”, tidak sedikitpun tergurat nada ketakutan atau kepanikan dalam suaranya layaknya orang yang baru saja mau kena musibah. Justru yang kini terdengar adalah semangatnya untuk berbagi pengalaman hidupnya kembali…”
“Kejadian seperti apakah itu, Mas…?”
“ Begini, Mbak, waktu itu, tiga tahun yang lalu, saat saya masih sibuk markir di tempat biasa saya mangkal, suatu hari datanglah seorang bapak berusia paruh baya dengan sepeda motor model sport di tempat parkir saya. Bapak itu kelihatan habis mengalami sesuatu, terlihat dari napasnya yang terengah-engah dan tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Allah. Celana panjangnya terlihat agak kotor dengan sedikit sobekan di bagian dengkul.
‘Alhamdulillah, saya baru ketabrak mobil,… Alhamdulillah…’, begitu ucapnya berulang-ulang. Saya yang mendengarnya jelas jadi bingung, lha wong habis ketabrak mobil kok masih ngucap Alhamdulillah, sih…?
‘Alhamdulillah, saya ketabrak mobil tadi,…’, begitu ucapnya berulang-ulang. Karena penasaran, saya dekati bapak itu.
‘Gimana ceritanya, sih, pak…?’
Bapak itu kemudian bercerita bahwa ia baru saja mengalami kecelakaan dalam perjalanannya menuju tempat parkir saya. Ketika ia sedang berkendara, tiba-tiba ada sebuah mobil yang berkecepatan tinggi yang menabrak bapak itu, dan bisa dibayangkan bagaimana akibatnya. Bapak itu dan sepeda motornya sama-sama terlempar sejauh puluhan meter, namun herannya sang bapak malah baik-baik saja dan motornya juga samasekali tidak mengalami kerusakan apapun. Justru malah sang penabrak alias mobil tersebut yang parah, bannya meledak tiba-tiba.
‘Bapak kok sakti amat, … Punya ilmu kanuragan apaan, sih..?’ tanya saya dengan polosnya.
‘Saya enggak punya ilmu apa-apa, mas…cuma tadi saya pas naik motor sambil nyanyi-nyanyi shalawatan aja,kok…’
Batin saya dalam hati, ya bener aja lah, ini bapak-bapak kan udah tua, masak sih mau nyanyi lagu-lagunya Agnes Monica, hehehe….
Namun setelah bapak itu menitipkan motornya kepada saya, mulailah saya merenungkan kejadian itu.
‘Subhanallah, hanya dengan bersenandung shalawat saja Allah sudah melindungi hambaNya, itu kan kejadian enggak masuk akal…betapa dahsyatnya kekuatan doa itu…’
Setelah kejadian hari itu, perlahan-lahan hidup saya mulai berubah. Dimana saya berjalan, merokok, tiduran, saya selalu menyebut asma Allah yang saya bisa, kecuali bila sedang berkomunikasi dengan orang lain.
Semenjak hari itu juga saya enggak pernah melamun, pada setiap langkah kaki dan kayuhan sepeda yang saya jalankan, saya selalu membaca shalawatan yang saya bisa…
Dan dari kejadian itu jugalah saya juga selalu merasakan keagungan Allah dalam perjalanan saya. Seperti saat saya naik sepeda, pernah saya beberapa kali hampir tertabrak karena kelelahan, tapi seperti ada yang membelokkan setang sepeda saya hingga saya selamat…
Hari ini pun saya kembali merasakan perlindungan Allah yang nyata dalam hidup saya…Hampir saja saya mengalami kecelakaan jika saja Allah tidak melindungi kami semua dalam penerbangan balik menuju Jakarta. Karena itulah, Mbak, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah mendoakan dan mendukung saya selama ini: anak-anak dan istri saya, teman-teman penggemar Riwajatmoedoeloe, dan semua pecinta sejarah Indonesia…”
“Subhanallah, Mas…Anda membuat saya semakin percaya akan kuasa Allah yang Maha Besar…”
“Semoga apa yang saya alami hari ini bisa dibagikan kepada kawan-kawan yang lain agar mereka juga bisa merasakan nikmatnya hidup dalam perlindungan Allah seperti ini… Eh,…maaf nih, saya cuma bisa cerita segitu aja, nanti kalau Mbak pengen lihat liputan tentang kejadian ini, kru Riwajatmoedoeloe yang serombongan dengan saya sudah mendokumentasikannya, kok. Mungkin bisa dilihat di Kabar Pagi. Oke, terima kasih ya, mohon doanya lagi agar penerbangan saya yang nanti bisa mengantarkan saya selamat sampai tujuan… Assalamualaikum..,”
“Wa'laikumsalam…”, pembicaraan pun diakhiri. Tinggalah penulis menunggu reportase kejadian tersebut di Kabar Pagi TvOne sesuai apa yang dikatakan Mas Anto. Namun sayang, setelah penulis menunggu dengan penasaran, memang akhirnya liputan tentang insiden tersebut benar adanya diliput oleh kru TvOne, tetapi Mas Anto sebagai salah satu penumpang pesawat Batavia Air jurusan Jakarta-Ternate tersebut malah tidak menampakkan diri. Justru sang reporter mewawancarai dua penumpang lain yang sama sekali tidak dikenal penulis.
Mungkin benar adanya seperti apa yang pernah dikatan Mas Anto: saya hanyalah seorang tukang parkir yang kebetulan bisa masuk TV… Dalam momen dimana beliau berada diantara para penumpang yang harap-harap cemas akan hidup-mati mereka diatas udara dengan keadaan pesawat yang membawa mereka kembali teringat akan nama Tuhannya, Mas Anto justru menyembunyikan diri, menghindari sorot kamera yang telah mengangkat hidupnya….

RIWAJAT MASA KETJIL ANTO JADUL



Anto Jadul terlahir dengan nama asli Herwanto dari ayahnya yang asli Kebumen, berprofesi sebagai tukang parkir di Jakarta-yang akhirnya pekerjaan ini menurun juga pada Mas Anto-dan ibunya yang berasal dari Leuwiliang, Bogor. Pasangan ini bertemu di tanah perantauan mereka di Jakarta, dan dari pernikahan mereka terlahirlah 7 anak dimana Mas Anto adalah anak yang pertama.
Terlahir di Jakarta namun semenjak umur 6 tahun ia diboyong kembali orangtuanya ke kampung halaman sang ayah di Kebumen. Mas Anto melewati masa kecil hingga remajanya dengan mengharukan. Lulus dari SDN 2 Alian, Kebumen, Mas Anto melanjutkan ke SMPN 1 Alian di kota yang sama. Namun begitu ditanya lulusnya tahun berapa, spontan Mas Anto menjawab setengah bercanda tetapi serius, “Waduh…jangankan ditanya saya lulus SD tahun berapa, mbak, lha wong saya nikah tahun berapa saja , saya lupa, anak saya yang paling gede umur berapa, lupa juga… Habis buat saya tanggal-tanggal seperti itu enggak terlalu penting sih, tanggal ulang tahun sendiri aja saya enggak peduliin, karena buat saya hari-hari itu cuma sekedar hari biasa aja yang enggak perlu dirayakan secara khusus, yang penting gimana saya mengisi setiap hari yang saya miliki dengan penuh rasa bersyukur dan manfaat bagi orang lain,…” .



Mas Anto mulai belajar menghadapi kerasnya hidup ketika ia masuk SMA. Kalau waktu SMP ia masih tidak terlalu jauh ke sekolah yang hanya berjarak sekitar 3 atau 4 km dari rumahnya dengan berjalan kaki berpanas-panasan melewati pematang sawah, sementara temannya yang lain bersepeda melewati jalan raya. Kisah yang tidak kalah memprihatinkan terjadi juga saat ia masuk SMA. Diterima di sekolah yang seleksinya cukup ketat, SMA Negeri 1 Karanganyar, Kebumen, yang jaraknya sekitar 25 km sekali perjalanan yang ditempuh dengan (tentu saja…!) sepeda onthel tercinta, membuatnya terpaksa harus mencari kos-kosan dengan fasilitas minim yang sesuai dengan keterbatasan orangtuanya.
“Waktu itu orangtua udah enggak mampu membiayai SPP sama biaya kos saya yang lumayan, jadi akhirnya Pakde (kakak bapak) lah yang turun tangan membantu saya. Namun biarpun begitu saya tetap saja sekolah dengan uang jajan pas-pasan buat sehari-hari, jadi walaupun masih sekolah saya udah nyambi kerja lho… Kerjaan saya waktu itu jadi buruh pengupas biji-bijian untuk dijadikan bibit tanaman oleh seorang karyawan Perhutani, selain itu saya juga jadi korektor alias tukang mengoreksi hasil ulangan teman-teman yang lain. Saya bisa jadi tukang koreksi itu karena kebetulan saya ngekost serumah dengan Pak Guru saya yang masih bujangan, jadinya sayalah yang diperbantukan jadi asistennya…”
Mengenai kehidupannya selama ngekost di SMA, Mas Anto bercerita lagi, “Saya itu waktu ngekost, mbak, udah merasakan namanya hidup prihatin itu kayak gimana… Tiap hari saya tidur hanya beralaskan kardus, tiapkali pulang hari Minggu sore trus mau balik lagi ke kosan saya cuma bawa bekal oyek, tiwul (makanan pengganti nasi yang terbuat dari singkong) daripada beras. Lauknya hanya pakai kangkung seikat buat stok dua hari . Jadi kehidupan saya yang sekarang ini cuma naik satu level aja kok, dulunya tidur pake alas kardus, eh sekarang pake alas karpet plastik…hehehe… nggak jauh-jauh amat kan sama saya yang dulu…?”.
Karena itulah tidak mengherankan mengapa Mas Anto tetap mempertahankan ‘gaya hidup ala pemulung’ yang telah dianutnya sejak kecil itu. Apalagi semenjak ia menjadi vegetarian murni beberapa tahun silam (bahkan terlalu murni sebab makan nasi pun dia sudah tidak bisa…) Mas Anto semakin konsisten dengan prinsip yang dianutnya sebab…
”Saya menganggap semua berkah yang saat ini saya terima adalah sebuah cobaan, Mbak. Semakin saya dikenal, dipuji orang, semakin saya dititipi rezeki lebih oleh Allah, semakin saya merendahkan diri, sebab tentunya roda kehidupan ini terus berputar, adakalanya seperti sekarang saya alhamdulillah masih dikasih rezeki, lha…nanti kalau misalnya Allah mengembalikan saya menjadi tukang parkir lagi ya saya harus bisa ikhlas, kan? Makanya saya enggak mau jadi ‘aji mumpung’ kayak orang-orang lain, mentang-mentang lagi dikasih lebih langsung, yah…, kayak kacang lupa kulit aja,gitu…. Bagaimanapun orang menyebut saya sekarang ini, mau dibilang artis lah, seleb, lah,…tapi saya tetap Anto Jadul yang tukang parkir. Saya enggak akan berubah, kalau perkara kehidupan saya yang tetap sama seperti sebelum saya masuk TV dan ketemu banyak orang kayak sekarang. Saya masih tetap lebih bangga menyebut tukang parkir sebagai profesi saya sekarang, kalo enggak percaya, coba deh liat akun Facebook punya Anto Jadul…” jelasnya merendah.
‘”Bagi saya, harta adalah titipan Allah, dimana saya sekarang dikasih rezeki lebih sama Allah, disitu terbuka kesempatan bagi saya untuk bisa berbagi, sesuai cita-cita hidup saya yang simple yaitu saya ingin bisa bermanfaat bagi orang lain, yah syukur-syukur bisa membantu orang lain…,” ujarnya menutup percakapan hari itu…

Rabu, 14 Oktober 2009



Teman-teman,...setelah Anda membaca sebagian kisah hidup saya, berikut saya ingin menampilkan hasil-hasil foto yang saya jepret sendiri dengan kamera pocket van loak (dibeli dari loakan, maksudnya..;) seharga 50 ribu perak. Hasil fotonya langsung saya scan aja tanpa tambahan efek apapun, maklum, sebagai tukang parkir yang jadul, boro-boro kebeli kamera seharga puluhan sampe ratusan juta seperti teman-teman yang lain, itu plus teknologinya lho. Tapi biarpun berasal dari kamera loakan nan murah, saya sih pede aja lho mengupload foto-foto ini ke situs , tempat mangkalnya para fotografer kelas wahid di Indonesia. Buat saya, keterbatasan bukanlah suatu penghalang untuk berkarya, malah dengan keterbatasan itu saya bisa kreatif yang membangun lhooo...monggo dinikmati foto-foto jepretan saya yang sederhana, dengan model anak-anakku tersayang di kampungku yang tercinta,
Kebumen...maturnuwun...





ANTO JADUL, TUKANG PARKIR YANG JADI HOST DI TV



Anto Jadul. Begitulah para pemirsa setia program Riwajatmoedoeloe TvOne mengenalnya. Berkostum khas baju ala Bung Karno dengan seragam serba putih berhiaskan lencana garuda dan pin merah putih, kacamata minus berbingkai asli jadul, kamera Rolleiflex buatan Jerman keluaran tahun ‘50an, topi model ambtenaar ala
Meneer Belanda jaman dulu dan sepeda onthel kuno, yang selalu setia menemaninya menjelajah kota-kota seantero Nusantara, menelusuri sejarah bangsa dengan konsep yang ringan, menarik, santun dan mendidik. Pria kelahiran Jakarta, 11 Maret 1973 ini menghadirkan suasana berbeda dalam pembelajaran sejarah yang sering menjadi tema paling membosankan dan dihindari bagi sebagian besar pemirsa kita yang lebih mengutamakan sosok “sempurna” di dunia hiburan tanah air.



Dalam Riwajatmoedoeloe, wisata penelusuran sejarah yang menjadi tema utama program ini disajikan dengan kemasan yang out of the box, dimana Mas Anto-begitu ia biasa dipanggil dalam kesehariannya-menyuguhkan fakta sejarah yang didapat dari hasil penelusuran langsung dan diskusi yang segar dengan narasumber yang kompeten di bidangnya dan pelaku sejarah langung di tempat kejadian sejarah di daerah yang sisinggahinya. Wawancara yang mengalir dan tanpa bermaksud menggurui, juga dengan karakternya yang sudah menyatu dengan program ini menjadikan dirinya dan Riwajatmoedoeloe menjadi satu trademark yang sulit dipisahkan. Pernah dalam satu sesi comment posting di akun Facebook Riwajatmoedoeloe, salah satu fans setia tayangan ini mengungkapkan bahwa Anto Jadul dan Riwajatmedoeloe adalah satu kesatuan. “Anto Jadul adalah RD (Riwajatmoedoeloe), dan RD adalah Anto Jadul,”. Begitulah bunyi komentar seorang penggemar setia yang menanggapi rencana tayangan ini untuk melakukan refreshing program beberapa waktu lalu. Bagi mereka, Mas Anto sudah menjadi icon tetap program ini karena karakter kejadulannya memang murni sudah menjadi bagian hidupnya-bahkan sekeluarganya-jauh sebelum wajah yang jadul dan pembawaan lugu miliknya tampil di layar kaca.
Mas Anto memang telah menekuni dunia per-jadul-an jauh sebelum namanya dikenal orang sebagai Anto Jadul yang saat ini kita kenal di televisi. Sebelum menapaki karir sebagai host saat ini, Mas Anto terlebih dahulu dikenal di kalangan fotografer negeri ini sebagai model pemotretan dengan tema klasik alias…jadul. Dengan konsep yang ia tawarkan, wajahnya sudah familiar di kalangan penggemar fotografi tanah air. Mereka menyukai konsep yang ditawarkan Mas Anto karena bertema klasik dengan kostum, property, model pendamping serta lokasi yang jadul semua. Dahulu pernah seorang fotografer diwawancarai di salah satu stasiun TV nasional tentang Mas Anto. Beliau berkata, “Walaupun Mas Anto hanyalah seorang tukang parkir, tetapi dia memiliki konsep tersendiri yang unik, sehingga foto tersebut menjadi sebuah foto yang bercerita dan bisa memberi nuansa baru di dunia fotografi. Fotografer pun tidak perlu mengarahkan gaya atau pose buat Mas Anto karena pose tersebut sudah terkonsep bagi Mas Anto sendiri..”. Itulah sebabnya mengapa para fotografer yang ingin memotret Mas Anto tidak perlu lagi pengarahan seperti model-model lainnya.
Selain sebagai model jadul, Mas Anto juga ternyata hobiis kelas berat terhadap barang-barang antik. Kecintaannya pada barang-barang ini dimulai ketika ia masih hidup sehabitat dengan para pemulung selama masih aktif sebagai tukang parkir di Glodok, yang menjadi awal perkenalannya dengan dunia model saat difoto oleh mantan editor majalah Playboy Indonesia beserta mahasisiwi ITB yang hendak turun dari busway sekitar tahun 2006 saat ia tengah melintas dengan onthel kesayangannya di sekitar daerah Glodok sepulang dari Perkumpulan Sepeda Onthel yang diikutinya.
Mas Anto-yang masih tetap menyebut dirinya “cuma tukang parkir biasa yang kebetulan masuk TV…”- mulai jatuh cinta pada barang antik ketika ia merasa terenyuh menyaksikan para pemulung yang memperlakukan barang-barang kuno yang berupa kertas seperti lembaran saham-saham tahun 1911 sampai orde lama, majalah-majalah kuno, kuitansi, polis asuransi The Fee tahun 1889, perangko-perangko jaman Belanda hingga Orde Lama, testament peninggalan Belanda,buku-buku dan aneka barang yang rata-rata peninggalan jaman dulu, dibiarkan begitu saja menumpuk lantas hendak dihancurkan dan akan dikilo. Lantas ia, dengan uang yang disisihkannya dari hasil pekerjaannya sebagai tukang parkir, mulai menitip pesan pada kawan-kawan pemulungnya agar jika lain kali menemukan barang-barang peninggalan jaman dulu-yang mereka temukan dari hasil bongkaran rumah-rumah tua-sebaiknya ialah yang pertama kali mereka hubungi.
“Sebetulnya kecintaan saya terhadap barang antik itu dimulai juga dari kepepet, mbak…” tambahnya sambil tertawa kecil. Profesi sebagai tukang parkir dengan tiga anak dan istri yang sakit-sakitan karena penyakit kanker membuatnya harus hidup prihatin di Jakarta demi keluarga. Tempat tinggal awalnya adalah sebuah gubuk kecil di tanah kosong di dalam kompleks eks Kedutaan Besar China di daerah Gajahmada, Jakarta Barat. Di situlah Mas Anto dan kedua orangtuanya membuat gubuk sederhana bersama rekan-rekan pemulung namun justru gubuk itu hanya untuk berteduh bagi orangtua dan kardus hasil pulungannya, sedangkan Mas Anto sendiri tidur di emperan gubuknya.Udara Jakarta di musim kemarau yang amat panas di siang hari mau tidak mau memaksanya harus mencari kipas angin yang harganya sesuai dengan anggaran belanjanya sebagai tukang parkir. Setelah berkomunikasi kembali dengan rekan-rekan pemulung, akhirnya didapatkannyalah sebuah kipas angin kuno merek Siemens Schuckert buatan Jerman tahun 1925-an yang hingga kini masih bisa berfungsi dengan baik dan menghiasi rumah MeWah (alias Mepet saWah, menurutnya…) nya di Krakal, Kebumen, yang menjadi tempatnya berkumpul bersama keluarga.
Mas Anto adalah tipe pekerja keras yang sangat memahami arti mensyukuri hidup. Bahkan di tengah popularitas yang kini sedang digapainya, ia masih tetap menjalani hidupnya sama seperti sebelum dikenal orang sebagai Anto Jadul saat ini. Jika orang lain yang hidupnya dulu sederhana namun ketika mereka mencapai kesuksesan-terutama sebagai selebriti atau orang yang disorot kamera di layar kaca-akan melupakan 'kulit aslinya' , berbeda halnya dengan Mas Anto. Dengan penghasilan yang kini jauh berlipat ganda dari profesi sebelumnya sebagai tukang parkir, tentulah wajar jika Mas Anto mampu membeli hal-hal yang sewajarnya dimiliki oleh seorang public figure pada umumnya.
Tetapi, Mas Anto tetaplah Mas Anto yang mensyukuri masa lalunya dulu saat pertama kali bekerja selepas lulus SMA dan ber-“karir” sebagai tukang galian di Semarang. “Saya kalau ingat masa-masa itu, mbak…betapa bersyukurnya saya sekarang ini, karena dibandingkan waktu itu, sekarang saya sudah punya ‘apartemen’ tetap, tempat saya berlindung dari hujan dan panas…” ujarnya lirih sambil menahan senyum. Maklum, yang dimaksud “apartemen” tadi olehnya bukanlah seperti apartemen yang anda bayangkan: “apartemen”nya adalah sebuah kamar kontrakan berukuran 3x3 meter yang disewanya seharga Rp. 200 ribu per bulan di kawasan kumuh Bandengan, Jakarta Barat dengan ”interior” triplek yang ditempeli koran-koran bekas sebagai dinding penyekat ala film ‘Laskar Pelangi’ antar ruangan pengontrak lainnya. Lantai “apartemen”nya bukanlah terbuat dari marmer atau keramik yang tersusun rapi, tetapi hanya sebatas susunan kayu-kayu tidak rata dan menggelembung sana-sini dengan berlapis karpet plastik dan handuk yang juga ber-dwifungsi sebagai alas tidurnya. “Sudah banyak orang lho yang melongo pas saya ajak ke kontrakan…, semua pada kaget ketika tahu saya masih mau tinggal di tempat seperti ini. Mereka heran, mengapa saya masih tetap bisa bertahan di tempat yang tidak selayaknya bagi saya sekarang ini,” tambahnya lagi.
“Saya pernah mencoba pakai kasur pompa yang saya kredit sama orang, baru tiga hari pakai langsung saya kempeskan sendiri, soalnya saya nggak tahan, mbak, tidur beralaskan kasur membuat saya keenakan sehingga susah bangun di tengah malam untuk menunaikan sholat Tahajud yang sering saya lakukan,”. Bukan hanya soal tempat tinggal saja Mas Anto tetap berprinsip hidup sederhana. Bahkan perkara “kendaraan dinas” pun, Mas Anto tetap menggelengkan kepala apabila ada yang menanyakan kepadanya mengapa ia tidak membeli kendaraan seperti motor saja. Toh, bukankah sekarang ia mampu membeli itu dari hasil keringatnya saat ini?
“Pernah juga ada yang menawari saya untuk membeli sepeda motor pas saya sedang keliling kampung naik onthel. Dia tanya saya, ‘Mas, kenapa enggak beli motor aja sekalian..?’. Tanpa banyak pikir langsung saya jawab, ‘Sorrry…’. Enggak tau deh apa dia tersinggung apa enggak, pokoknya saya nggak mau ,mbak, berpaling ke lain hati. Sekali onthel ya tetap onthel. Lha wong saya juga enggak bisa naik motor…hehe… Saya naik transportasi apa aja enggak begitu pusing kayak naik motor. Mungkin ini karena saya bertahun-tahun jadi tukang parkir sering menyaksikan kecelakaan motor di depan mata, sehingga yah,…trauma lah mungkin. Jangankan nyetir motor, dibonceng kelamaan aja rasanya saya sudah pusing-pusing, gemetaran….” jelasnya lagi.
Maka tidak heran bila perkara barang antik dan “kendaraan dinas”nya selama bekerja sejak dulu ini mejadi harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi seperti prinsip hidupnya yang sederhana, tidak hanya bagi orang lain yang mencoba menawarinya barang-barang modern seperti diatas, tetapi juga berlaku bagi keluarganya sendiri…!
“Pernah istri saya ditanya oleh teman-teman saya, apakah dia cemburu kalau saya sedang pemotretan sama model yang cantik-cantik, trus ada juga tetangga-tetangga yang iseng pernah melihat foto saya lagi pose mesra sama model, mereka tanya sama dia, ‘Mbak Irene apa enggak cemburu liat Mas Anto berpose kayak gitu sama model yang cantik?’…mau tahu jawabannya apa? Katanya, kalau urusan perempuan saya sih enggak cemburu mas, malah saya seneng kan berarti Mas Anto itu ngganteng… tapi sama barang antik, hmmm,..itu baru saya cemburu,mas! Karena bagi saya barang antik itu seperti ‘istri pertama’ saya, jadi kalau pas di kontrakan atau kalau lagi pulang kampung, anak istri saya enggak ada yang berani ngganggu kalau saya lagi merawat barang-barang koleksi saya,”
Itulah sekilas awal kisah hidup Herwanto alias Anto Jadul sebelum dan sesudah menjadi seperti sekarang ini. Mantan tukang gali dan tukang parkir yang kini menghiasi layar kaca dengan logat Kebumen yang kental, narasi (dubbing) yang unik dan tidak kita temukan sebelumnya di tayangan lainnya-yang menjadi membuat tayangan tersebut selalu ditunggu penggemar setianya karena keberanian TvOne untk membuat sesuatu yang “beda” pada pertelevisian Indonesia….